Bawaslu Paparkan Tiga Kriteria Lembaga Survei Ideal Dalam Pemilu

- Jumat, 20 Januari 2023 | 21:51 WIB
Anggota Bawaslu Puadi saat menghadiri peluncuran Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia (Aseppsi) di Jakarta,  (Bawaslu.go.id)
Anggota Bawaslu Puadi saat menghadiri peluncuran Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia (Aseppsi) di Jakarta,  (Bawaslu.go.id)

 

KLIK PENDIDIKAN - Anggota Bawaslu Puadi memaparkan tiga kriteria bagi lembaga survei agar ideal dalam Pemilu.

Pertama, dikutip dari Klikpendidikan.id dari laman resmi Bawaslu Jumat 20 Januari 2023, menjadi lembaga survei harus menjadi pihak yang dapat memitigasi membesarnya polarisasi menjelang dan pasca Pemilu 2024 nanti.

Kedua, lanjut mantan Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ini, lembaga survei dapat menunjukkan tanggung jawab moral dengan berkontribusi nyata melahirkan satu gagasan politik ideal.

Baca Juga: BUMN PT Freeport Indonesia Buka Lowongan Kerja, Ini Syarat dan Cara Daftar, Siapkan CV dan Lamaran Segera!

"Ketiga, setelah melahirkan satu gagasan politik, lembaga-lembaga survei ini lalu duduk bersama dengan para pemangku kepentingan seperti pemerintah, KPU, dan Bawaslu untuk menyusun satu model pertarungan politik yang sehat bagi para kontestan Pemilu 2024,” ujar Puadi saat menghadiri peluncuran Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia (Aseppsi) di Jakarta, Kamis 19 Januari 2023.

Dia juga menjelaskan aturan norma perundang-undangan mengenai batasan bagi lembaga survei.

Puadi menjelaskan, lembaga survei merupakan bagian dari partisipasi masyarakat yang diatur dalam ketentuan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 338 hingga Pasal 450.

Menurut Puadi, berdasarkan Pasal 488 poin kedua item c dan d disebutkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu dapat berupa survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dan penghitungan cepat hasil Pemilu

Baca Juga: Guru Dapat Terima Tunjangan Tanpa Sertifikat??

Hanya saja, Puadinmengingatkan adanya pengumuman hasil survei saat masa tenang.

“Berdasarkan Pasal 509 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 pengumuman hasil survei atau jajak pendapat pada masa tenang dapat dipidana dengan ancaman kurungan satu tahun serta ancaman denda sebesar Rp12 juta.

Hanya saja kemudian dimaknai oleh dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yakni putusan nomor 9 Tahun 2009 dan 24 Tahun 2014 yang pada intinya tidak dilarang sepanjang sesuai dengan sesuai dengan prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi,” sebutnya.

Puadi pun menjelaskan mengenai penghitungan cepat berdasarkan putusan MK nomor 9 Tahun 2009 dan 24 Tahun 2014 tersebut menunjukkan pertimbangan hukum MK yang menyatakan tidak ada data yang akurat untuk menunjukan bahwa quick count (penghitungan cepat) mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan keresahan. 

Menurutnya dalam dua putusan MK tersebut harus diingat bahwa quick count bukanlah hasil resmi, namun masyarakat berhak mengetahui.

Halaman:

Editor: Safrudin KP

Sumber: bawaslu.go.id

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X